Newsparameter | Bitung – Mencuatnya laporan terhadap Wakil Walikota yang dilayangkan oleh 4 orang pengacara ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengatasnamakan “Tim Peduli Pilkada” membuat Jemmy Timbuleng, S.H angkat bicara.
Padahal upaya yang dilakukan oleh empat pengacara yang mengatasnamakan diri sebagai “Tim Peduli Pilkada” sangat disayangkan, mengingat dua dari mereka memiliki afiliasi politik yang jelas, termasuk kepemilikan kartu tanda anggota (KTA) partai.
Menurutnya pelaporan Wakil Wali Kota Bitung, Hengky Honandar diduga melanggar undang-undang (UU) Pilkada adalah hal yang keliru.
Tim peduli pilkada Bitung 2024 mengklaim adanya masalah atau mempermasalahkan Hengky Honandar sebagi Calon Petahana yang mendaftarkan diri dalam Pilkada sehingga melanggar pasal 71 ayat 2 Undang – undang 10 tahun 2016 yang berbunyi “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota, dilarang melakukan pergantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa Jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Terkait dengan pasal tersebut, Timbuleng menyebut hal itu tidak jelas. Pasalnya itu bersifat terpisah bukan kolektif
atau bersama. Disitu di tulis kata “ATAU” bukan “DAN” itu tidak bisa di tafsir
lain.
“Atau” itu berarti pilihan sebutan lain alternative. Jadi terpisah, sehingga pasal
tersebut menekankan suatu pilihan perbuatan yang dilakukan oleh Oknum bisa Walikota atau Wakil Walikota, tidak kedua- duanya.
“Pasal tersebut, memberikan keadilan dengan menekankan bahwa hanya yang melakukan pelanggaran yang harus bertanggung jawab. Dalam konteks ini, jika Wali Kota yang melakukan pelanggaran, maka ia yang harus bertanggung jawab, bukan Wakil Wali Kota, ” kata praktisi hukum, Jemmy Timbuleng.
Mungkin ada yang menganggap perbuatan Walikota juga bagian dari Wakil Walikota, atau ada yang bilang karena satu paket maka hukuman/sanksi berlaku ke dua-duanya. Ini keliru pemahaman seperti itu.
“Pasal 71 ayat 2 uu nomor 10 tahun 2016 itu pasal yang tidak mengakomodir ke
dua-duanya. Pasal tersebut saya kira memberikan keadilan terhadap siapa yang berbuat maka dia yang tanggung. Dalam hal ini saya kira ketika perbuatan yang di lakukan oleh Walikota maka itu menjadi tanggung jawabnya Walikota bukan Wakil Walikota,” katanya.
Lanjutnya mengatakan, karena saat terpilih, pembagian tugas telah terbagi dan itu sesuai dengan tupoksi masing – masing. Bisa di lihat dalam pasal 65 dan 66 Undang- undang nomor 23 tahun 2014. Bahwa kita tahu bersama surat edaran Kemendagri di tujukan kepada Kepala Daerah. Untuk itu mengacu kepada Undang – undang nomor 9 tahun 2015 Perubahan Kedua atas undang – undang nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah pasal 59
Ayat (1).
Setiap Kepala Daerah di pimpin oleh kepala Pemerintahan Daerah yang disebut kepala daerah, jo Ayat (2) Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Daerah Provinsi di sebut Gubernur, untuk Daerah Kabupaten di sebut Bupati, dan untuk Daerah Kota di sebut Wali Kota.
“Pertanyaan apakah Wakil Walikota termasuk Kepala Daerah? Kita lihat pasal 63 Ayat (1) Kepala Daerah sebagimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (1) dapat dibantu oleh Wakil Kepala Daerah jo ayat (2) wakil kepala daerah sebagimana dimaksud pada ayat (1) untuk daerah Provinsi di sebut Wakil Gubernur, untuk Kabupaten di sebut Wakil Bupati, dan untuk Daerah kota di sebut Wakil Walikota, ” jelasnya.
Sangat jelas, kata Jemmy, di situ Wakil Walikota bukan Kepala Daerah hanya Wakil. Tujuan surat kepada Kepala Daerah. Kenapa karena hanya kepala daerah yang bisa mengambil dan membuat keputusan sementara wakil walikota tidak bisa melakukan apapun ketika ada walikota selaku kepada Daerah.
“Bahwa yang di katakana oleh yang mengklaim sebagai Tim Peduli Pilkada
Bitung 2024 mengatakan TERINDIKASI MELANGGAR KETENTUAN
PASAL 71 AYAT 2. Sekali lagi TERINDIKASI. Kalau bahasa terindikasi berarti belum bisa di pastikan Wakil Walikota melanggar aturan, belum ada kepastian hukum ada pelanggaran, ” katanya.
Sementara, lanjut Jemmy, kalau Wali Kota Bitung tidak mencalonkan diri, bukan karna terbukti bersalah melanggar pasal 7l ayat 2, tapi karena memang tidak ingin mencalonkan diri sebagai Petahana karena mungkin terindikasi adanya pelanggaran sampai saat ini kepala BKPSDM ( Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) belum memberikan rilis telah ada pelanggaran dari Mendagri terkait Rolling Jabatan tersebut, namun pihak BKPSDM mengatakan tidak ada masalah.
“Jadi terkait mengklaim sebagai Tim Peduli Pilkada 2024 kami merasa lucu saja dan agak keheranan karena sejak kapan ada Tim Peduli Pilkada 2024. Kapan di bentuknya. Dasar dan motivasinya apa. Tapi tidak apa – apa itu hak setiap orang. Apa lagi yang mengklaim Advokat. Namun sayangnya terlalu menyolok untuk menyerang Wakil Walikota, ” ungkapnya.
Menyikapi hal tersebut, Jemmy Timbuleng mengatakan bahwa, berdasarkan analisa di atas maka ia yakin Wakil Wali Bitung
selaku petahana yang menyatakan diri maju sebagai Calon Wakil Wali Kota Bitung tidak melanggar Aturan Perundang- undangan yang berlaku 71 ayat 2 undang- undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Jemmy Timbuleng, SH berharap KPU dan Bawaslu agar bisa melakukan tindakan yang tidak memihak dan merugikan pasangan calon tertentu khususnya terhadap laporan yang diadukan olen teman-teman sebagai Tim Peduli Pilkada Bitung 2024.
“KPU dan Bawaslu menghimbau kepada pemerintah kecamatan dan kelurahan agar bersikap netral dan tidak melakukan praktek politik yang tidak sehat, untuk memenangkan atau menjadi Tim sukses dengan menggunakan dan memanfaatkan jabatan untuk mempengaruhi orang untuk memilih calon tertentu. Jika hal itu terjadi, pihaknya akan melakukan upaya hukum karena itu berpotensi pelanggaran Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSK), ” pungkasnya.