NewsParameter.Com | Jayapura – Publik dengan segenap kemampuan dan kehendaknya memberikan kepercayaan kepada pejabat publik yang dipilih. Berlandaskan kepercayaan, mereka yang dipercaya sebagai penyelenggara diharapkan mampu memperjuangkan kepentingan publik melalui penyelenggaraan pelayanan yang baik.
Sebagai bagian dari demokrasi, tuntutan publik atas pemenuhan hak-hak dasar kepada mereka yang terpilih menjadi sangat logis sebab vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan). Tidak ada pemerintahan yang demokratis tanpa adanya tanggung jawab kepada rakyat.
Dalam menjawab tuntutan publik, pemetaan terhadap persoalan pelayanan publik menjadi penting. Potensi maladminstrasi dan solusi membangun tatanan birokrasi yang apik.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik melalui pasal 6 ayat (1) menyatakan “Guna menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan pembina dan penanggung jawab.” Strategisnya peran pejabat publik tersebut juga diiringi tanggung jawab yang tidak sederhana. Oleh karena itu, setidaknya terdapat 3 (tiga) tugas pertama yang harus dilakukan pejabat publik setelah dilantik.
Pertama, membantu masyarakat untuk memahami hak dan tanggung jawabnya. Bukan tanpa alasan hal ini dilakukan. Semakin cair hubungan masyarakat dengan pejabat publik. Maka, semakin pola komunikasi yang terbentuk juga semakin baik. Publik menjadi leluasa untuk menyampaikan persoalan yang dihadapi. Pejabat publik mengetahui akar persoalan. Hingga akhirnya, muncul kesadaran untuk memahami hak dan kewajiban satu sama lain.
Kedua, membangun iklim pelayanan publik yang sehat. Budaya melayani memang bukan hal yang baru. Pembangunan Zona Integritas dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani sebagaimana Permenpan RB Nomor 10 Tahun 2019 telah menjadi kewajiban bagi penyelenggara. Namun, budaya melayani tersebut hanya akan berhenti pada dokumen adimistratif apabila, tidak dilakukan dengan kesadaran penuh.
Ketiga, terbuka dalam menyampaikan kondisi yang dihadapi internal. Sebagai bagian dari demokrasi, persoalan internal yang dihadapi penyelenggara adalah informasi yang ingin diketahui publik.
Pada akhirnya, tuntutan-tuntutan publik akan tetap terus mengalir deras, pejabat publik tidak memiliki kuasa untuk menghalangi. Sebab tidak ada pemerintahan demokratis yang tidak bertanggung jawab kepada rakyat.
Namun urain semua yang tertulis di atas berbada dengan pejabat PUPR Propinsi Papua yang duduk di ruangan AC yang difasilitasi oleh negara melaui uang rakyat sehingga pejabat tersebut membuat aturan sendiri di lingkup kantor dinasnya.
Pegiat Anti Korupsi Tanah Papua Rafael Ood Ambrauw menyayangkan aturan yang dibuat oleh Kepala Dinas PUPR Provinsi Papua yang tidak mau menerima tamu apapun yang akan datang ke kantornya Dinas PU Papua di Jalan Sumatra, Dok IV, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura. Jumat (16/06/2023).
“Sangat disayangkan jika seorang pejabat publik membuat aturannya sendiri dengan menempel kertas dipintu masuk ruangan dengan tulisan “Mohom Maaf Untuk Sementara Waktu Bapak Kepala Dinas Tidak Menerima Tamu Dari Luar/Umum”. Sangat jelas tulisan tersebut tertulis pada tanggal 26 Januari 2023. Padahal semua sudah jelas yang tertuang di Undang undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik melalui pasal 6 ayat (1), “kata Rafael
Menurut Rafael Kementerian harus segara evaluasi kinerja Kepala Dinas PUPR Provinsi Papua karena tidak transparan kepada publik.
“Kementrian PUPR harus segera evaluasi kinerja Kepala Dinas PUPR Propinsi Papua karena tidak ada keterbukaan publik sehingga untuk bertemu saja tidak bisa jika perlu dicopot dari jabatannya, ” Pungkasnya.
Perlu diketahui bahwa sudah tiga kali pergantian Kepala Dinas PUPR Provinsi rata – rata terjerat dengan kasus korupsi.