BITUNG — PT Lambang Azas Mulia diduga melakukan PHK sepihak kepada Jamal Sodu salah satu karyawan yang bekerja sebagai Driver mobil tangki di depot pertamina Kota Bitung. Jumat (03/09/2022).
PHK yang di lakukan oleh PT LAM kepada Driver Jamal Sodu tidak sesuai, seharusnya di berikan surat peringatan, SP1, SP2, dan SP3, agar supaya ada pertimbangan, apakah kesalahan yang di lakukan fatal atau tidak kepada perusahaan.
Aturan dalam melakukan PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja ini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang mengaturnya yakni terdapat didalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dikatakan bahwa tidak boleh melakukan PHK secara sepihak tetapi harus dilakukan perundingan terlebih dahulu, lalu apabila hasil perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja atau butuh setelah mendapatkan penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial. Hal ini secara jelas diatur dalam ketentuan pasal 151 ayat (3) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menyatakan:
“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”
Jadi dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja ini harus ada penetapan yang dikeluarkan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, tetapi apabila melakukan PHK tanpa adanya penetapan dari lembaga terkait maka hal ini batal demi hukum dan bagi pengusaha yang melakukan PHK yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum maka wajib mempekerjakan pekerja tersebut. Pernyataan ini dipertegas dari pasal 155 ayat (1) dan pasal 170 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa :
Pasal 155 ayat (1)
“Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.”
Pasal 170
“Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.”
Sedangkan aturan penyelesaian perkara Penyelesaian Hubungan Kerja secara sepihak ini dijelaskan didalam Undang-Undang nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang memberi syarat adanya penyelesaian melalui jalur mediasi atau arbitrase apabila perundingan bipartit tidak menghasilkan kesepakatan yang diajukan dengan adanya gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), yang dipertegas didalam pasal 5 Undang-Undang nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan bahwa :
“Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.”
Walaupun adanya kesepakatan yang tercipta mengenai Pemutusan Hubungan Kerja yang dibuat oleh pengusaha ataupun tenaga kerja berdasarkan musyawarah mufakat yang Perjanjian bersama ini ditandatangani oleh para pihak tersebut maka wajib mendaftarkannya ke Pengadilan Hubungan Industrial pada pada Pengadilan Negeri di Wilayah keberadaan para pihak. Ketentuan diperjelas didalam Pasal 7 ayat (3) jo. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan bahwa :
Pasal 7 ayat (3)
“Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan oleh para pihak yang melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.”
Pasal 7 ayat (1)
“Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak.”
Oleh sebab itu, apabila beberapa dari kita yang tidak terima dengan alasan PHK yang diberikan Perusahan tersebut, maka kita dapat melakukan perundingan untuk menyepakati uang pesangon atau permintaan mempekerjakannya kembali. Kita yang di PHK tanpa ada alasan ini masih mendapatkan kewajiban dan hak yang harus diperjuangkan dan juga perusahaan tidak main-main dalam melakukan PHK.
Jamal berharap agar PT LAM mempertimbangkan PHK terhadap dirinya yang menurutnya sudah melanggar ketentuan undang undang.
“Seharusnya PT LAM harus melaksanakan rapat musyawarah sebelum melakukan PHK secara sepihak, karena sudah melanggar ketentuan undang undang, dan permasalahan ini akan kami hearing ke Kantor DPRD Kota Bitung, “kata Jamal.