NewsParameter.Com | Jakarta — Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimpor 200 vial Fomepizole, obat antidotum yang disebut-sebut penawar penyakit gagal ginjal akut. Antidot yang berfungsi sebagai obat penawar keracunan itu diimpor dari Singapura dan Australia.
Lantas, bagaimana terkait izin edar obat penawar gagal ginjal akut itu di dalam negeri?
Kepala BPOM RI Penny K. Lukito menjelaskan, obat Fomepizole yang didatangkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui skema jalur khusus.
Skema yang dinamakan Special Access Scheme (SAS) tidak memerlukan izin dari BPOM sehingga mekanisme penggunaan obat dapat langsung digunakan dan didistribusikan sesuai instruksi dari Kemenkes.
“Obat penawar (ginjal akut) apabila masuknya secara SAS ya Special Access Scheme untuk percepatan ya tidak perlu (izin BPOM), karena ini obat ya,” jelas Penny saat ‘Konferensi Pers Informasi Kelima Hasil Pengawasan BPOM terkait Sirup Obat yang Tidak Menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol‘ di Kantor BPOM RI Jakarta, Minggu (23/10).
“Kalau misalnya itu adalah vaksin nantinya atau bahan biologi bisa melalui izin penggunaan dari Badan POM. Tapi ini obat, jadi tidak perlu melalui izin Badan POM. Kementerian Kesehatan bisa memasukkan (impor) sendiri obatnya.”
Sebagai informasi, Mekanisme Jalur Khusus (Special Access Scheme) BPOM RI adalah pemasukan obat yang tidak/belum memiliki izin edar atau bahan obat untuk keperluan tertentu yang sangat dibutuhkan ke dalam wilayah Indonesia melalui jalur khusus.
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2021 Tentang Pemasukan Obat dan Bahan Obat Melalui Mekanisme Jalur Khusus (Special Access Scheme), termaktub kriteria obat yang dapat didatangkan dengan jalur khusus.
Bunyi Pasal 2 ayat (1), Pemasukan Obat dan Bahan Obat melalui SAS wajib mendapat persetujuan dari Kepala Badan atau Menteri sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.
Ayat (2), SAS yang wajib mendapat persetujuan dari Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
SAS Produk Biologi
SAS Obat Penelitian
SAS Bahan Obat
Ayat (4), SAS yang wajib mendapat persetujuan dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
SAS Obat penggunaan khusus untuk pelayanan kesehatan Pada Pasal 4 (1) dijelaskan, Obat yang dapat dimasukkan melalui SAS untuk pelayanan kesehatan juga harus memenuhi kriteria.
Belum tersedia produk sejenis atau ketersediaannya langka
telah mendapatkan izin edar atau persetujuan penggunaan darurat (emergency use authorization) dari otoritas obat negara asal atau negara lain
memenuhi ketentuan masa simpan
26 Obat Fomepizole Datang
Dari 200 vial yang akan didatangkan, 26 obat Fomepizole untuk Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) di antaranya, direncanakan tiba di Indonesia hari ini, Minggu (23/10). Kabar baik ini disampaikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin.
“(Fomepizole) datang hari ini, di hand carry, dibawa, diterbangkan. Nanti ada orang yang ambil,” ucap Budi Gunadi usai acara senam sehat dalam rangka Hari Osteoporosis Nasional di Gelora Bung Karno Jakarta pada Minggu, 23 Oktober 2022.
Budi Gunadi menyebut, jumlah obat Fomepizole yang datang sebanyak 26 vial. Obat yang terbilang masih langka tersebut didatangkan dari Singapura dan Australia.
“Kita dapat dari Singapura 10 vial, lalu dari Australia 16 vial. Jadi, saya berterima kasih karena obat ini masih langka. Saya telepon Menteri Kesehatan Singapura dan Australia,” lanjutnya.
Kedatangan Fomepizole ini bagian dari pemesanan Pemerintah Indonesia dengan total 200 vial. Artinya, kedatangan 200 vial obat akan dilakukan secara bertahap.
Tahap awal baru 26 vial dulu, kemudian sisanya menyusul. Penggunaan obat ini dengan cara injeksi melalui injeksi pada pembuluh darah vena (intravena).