Newsparameter | Manokwari – Direktur LP3BH Yan Christian Warinussy menduga kuat adanya bekingi terkait Pertambangan Emas Tampa Ijin (Peti) sehingga pekerjaan melawan hukum masih berlangsung tampa sentuhan hukum.
Tak bosan bosannya hal ini kembali dikatakan Warinussy kepada media demi kemaslahatan masyarakat Papua.
Pernyataan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari bahwa diduga kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Tanah Papua, khususnya di wilayah hukum Polda Papua Barat diduga keras “diamankan” atau dibekingi oleh aparat, ternyata diamini oleh calon Wakil Presiden Republik Indonesia nomor urut 3 Prof.Dr.Mohammad Mahfud MD dan calon Wakil Presiden Republik Indonesia nomor urut 1 Muhaimin Iskandar.
Hal itu terungkap saat Debat Capres-Cawapres Pemilu 2004 yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Minggu, 21/1 di Jakarta Convention Center (JCC).
Calon Wakil Presiden RI Mahfud Md. mengatakan bahwa pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan banyak mafia tambang ilegal yang dibekingi oleh aparat dan pejabat.
Mahfud mengatakan hal itu ketika merespons Cawapres RI Gibran Rakabuming Raka soal solusinya memberantas masalah sumber daya alam (SDA) dan energi.
“KPK seminggu lalu mengatakan bahwa pertambangan di Indonesia itu banyak sekali yang ilegal dan itu dibeking oleh aparat-aparat dan pejabat. Itu masalahnya,” kata Mahfud dalam debat keempat Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Minggu.
Mahfud lantas mengungkapkan saat ini tercatat 2.500 tambang ilegal dan deforestasi mencapai 12,5 juta hektare hutan dalam 10 tahun terakhir.
“Itu jauh lebih luas dari Korea Selatan, dan 23 kali luasnya Pulau Madura, tempat saya tinggal, ini deforestasi dalam waktu 10 tahun,” ujar cawapres nomor urut 3
Dengan demikian maka jelas dan faktual bahwa diduga keras kegiatan penambangan emas tanpa ijin di Tanah Papua yang lahir marak, termasuk di wilayah hukum Polda Papua Barat saat ini memang ada dugaan keterlibatan aparat dan pejabat.
“Hal mana dapat dilihat dari kelangsungan kegiatan PETI tersebut secara besar – besaran dengan hadirnya sejumlah alat berat dan tenaga kerja ilegal yang bisa masuk keluar Tanah Papua, khususnya di Kabupaten Manokwari dan sekitarnya dengan tanpa bisa dikontrol oleh aparat penegak hukum dan Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari maupun Pemerintah Provinsi Papua Barat, ” kata Warinussy.
Ini menurutnya bisa mengakibatkan kembali terjadinya peristiwa pidana pembunuhan warga asli Papua pemilik hak Ulayat setempat. Juga terjadi peristiwa tenggelamnya warga sipil di aliran Sungai Kasih di Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari.
“Keberlangsungan kegiatan tambang emas ilegal yang menggunakan alat berat jenis escavator bisa mengundang kembali kejadian pembunuhan warga Papua pemilihan Ulayat sehingga tambang ilegal harus perlu ditertibkan, ” tambahnya.
Lebih mengherankan lagi, diduga keras ada sejumlah warga negara asing sebagai pemilik modal pula hadir di Manokwari tanpa diketahui Kantor Imigrasi setempat.
“Kok bisa ada Warga Negara Asing asal Cina bisa masuk ke lokasi tambang. Ini semua menurut pandangan hukum saya sebagai Advokat, semestinya menjadi catatan penting yang mesti dipergunakan sebagai acuan oleh Kapolda Papua Barat dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari dan Kabupaten lain sekitarnya dalam merancang strategi penertiban terhadap kegiatan PETI tersebut, ” jelasnya.
“Menurut saya sebagai Advokat, rujukan harus tetap didasarkan pada Undang Undang Republik Indonesia Nomor : 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah dirubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008, ” pungkasnya.