NewsParameter.Com | PEKANBARU — Sidang lanjutan Tipikor terhadap terdakwa dr Misri di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (22/8/2022) menghadirkan saksi Ahli dari Inspektorat Hendri SKM dengan Kompetensi Auditor Ahli muda. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Effendi SH MH, Jaksa Penuntut Umum dari Kajari Kepulauan Meranti Jenti Siburian SH. Sidang dimulai pukul 14.00 wib dan ditutup pukul 16.00 wib.
Penasehat Hukum Emi Afrijon,SH, mempertanyakan kepada saksi Ahli apakah metode audit itu hanya lapora APH saja, dan tidak di investigasi lagi kebenaran laporan dari APH tersebut, Ahli menjawab memang tidak semuanya dilakukan investigasi terkait laporan tersebut, Bahkan pertanyaan Penasehat Hukum terkait PT Amanah Jaya Bersama dalam hal ini adalah penyuplai alat Rapid itu tidak pernah dimintai keterangan sama sekali oleh tim inspektorat. Bahkan Marisa PPK dari KPU dengan seenaknya saja mengganti surat berita acara di bulan November tersebut, jelas Penasehat Hukum Emi Afrijon SH Senin (22/8/2022).
Sidang digelar secara Online, Penasehat Hukum terdakwa Emi Afrijon SH dan Saksi Ahli Hendri SKM berada di Selatpanjang, terdakwa di Rutan Sialang Bungkuk, sedangkan Mejelis Hakim dan sebagian Penasehat Hukum Jenti Siburian SH berada di ruang sidang Pengadilan Negeri Pekanbaru Jl Teratai.
Ketika Majelis Hakim minta tanggapan terdakwa dr Misri terhadap Pendapat Ahli, langsung dibantah semua hasil audit tersebut, terdakwa mengatakan bahwa Saksi Ahli Hendri SKM dalam menghitung kerugian Negara diduga menggunakan data tidak valid dan tidak lengkap, informasi tidak akurat, dikawatirkan tidak netral, dan perhitungan tidak cermat. Sehingga pendapat Saksi Ahli bisa diabaikan.
Data tidak lengkap dikarenakan Ahli menganggap pelaksana Rapid test Antibody bagi petugas KPU dan Bawaslu hanya 10 Upt Puskesmas saja, padahal ada Tim lain yaitu Tim Medis Ruang isolasi BLK Dinkes, dimana Tim Ruang isolasi BLK telah melakukan Rapid test sebanyak 410 orang petugas KPU dan Bawaslu. Hal ini sesuai dengan kesaksian Ishardi SKM selaku Pengurus Barang, dimana Tim Medis ruang isolasi BLK Dinkes menerima Rapid Antibody sebanyak 410 pcs pada tanggal 18 November 2020 sampai 3 Desember 2020. Fakta ini dibenarkan oleh dr Nurul Ayu Pratiwi saat bersaksi pada kasus pertama dr Misri, bahkan dr Nurul mengatakan bahwa dia telah menerima jasa pemeriksaan Rapid terdebut sepenuhnya. Seharusnya Ahli mengambil data Ishardi SKM dan minta keterangan dr Nurul Ayu Pratiwi.
Data lain yang luput dari perhitungan dan analisa Auditor adalah terkait dengan pengembalian Rapid Antibody bagi petugas KPU dan Bawaslu yang tidak hadir saat pelaksanaan Rapid test, sehingga Rapid tersebut dikembalikan sebanyak 222 pcs ke Dinkes dengan perinciaan sebagai berikut : Puskesmas Selatpanjang mengembalikan Rapid sebanyak 70 pcs, Puskesmas Alah Air 30 pcs, Puskesmas Sungai Tohor 5 pcs, Puskesmas Tanjung Samak 54 pcs, Puskesmas Kedaburapat 34, Puskesmas Pulau Merbau 2 pcs, dan Puskesmas Bandul 27 pcs. Selanjutnya Petugas KPU dan Bawaslu itu di Rapid di kantor Dinkes melalui Tim Medis Ruang isolasi BLK. Jadi ada 630 Orang yang di Rapid oleh Tim Medis Ruang isolasi BLK yang Datanya tidak diketahui Ahli.
Hasil audit dikawatirkan tidak Netral, dikarenakan : Auditor hanya menggunakan Data dan dokumen yang bersumber dari Kajari saja, tanpa melakukan Verifikasi dan Validasi data tersebut. Ternyata banyak data dan Dokumen yang luput, yaitu Dokumen Rapid Antibody yang diterima Tim Medis Ruang isolasi BLK Dinkes, data pengembalian Rapid dari Puskesmas sebanyak 222 pcs, data tentang Jasa Rapid yang diterima Tim Medis Ruang isolasi BLK, Data 630 petugas KPU dan Bawaslu yang di Rapid antibody selama bulan November dan Desember 2020 oleh Tim Medis Ruang isolasi BLK. Yang paling fatal adalah tak satupun ada dokumen laporan hasil Rapid test dari Tim Pelaksana Rapid, karena sangat penting untuk menghitung jasa Pelayanan dan jasa pemeriksaaan Rapid test, karena Tim Pelaksana Rapid bukan hanya 10 Upt Puskesmas, tetapi juga ada Tim Medis Ruang isolasi BLK Dinkes.
Ahli memasukan Rapid Antibody yang dipinjam Dinkes pada Upt Instalasi Farmasi sebanyak 1.311 pcs sebagai Kerugian Negara, hanya berdasarkan keterangan sdr Marisa saja. Pada sidang sebelumnya Marisa mengatakan Rapid KPU telah ada sejak tanggal 9 Juli 2020. Padahal Rapid KPU tidak pernah ada pada bulan Juli 2020 dan Marisa baru bisa berkomunikasi dengan PT AJB melalui saya (terdakwa) pada bulan Agustus 2020. Pengadaan Rapid KPU harus melalui Reviu BPKP Riau, hasil Reviu BPKP Riau ini baru keluar bulan September 2020, mana mungkin Rapid ini ada di bulan Juli 2020. Keterangan Marisa ini tidak sesuai dengan BAP Indra Purnama pada kasus Pertama terdakwa, karena yang menjeput Rapid KPU adalah Indra Purnama (Sopir Kadinkes) pada bulan November 2020 dan dibenarkan oleh Ishardi SKM dan Widya Hartila Kasubag TU Upt Instalasi Farmasi saat Rapid tersebut diserahterimakan di Upt Instalasi Farmasi. Artinya Marisa telah berbohong saat persidangan dan memberikan kesaksian palsu.
Rapid Antibody ini sempat tertahan 2 hari di Upt IF, namun akhirnya Rapid tidak tercatat pasa Upt IF dan dikembalikan lagi ke Dinkes melalui Pengurus Barang Ishardi SKM. Bahkan Rapid tersebut telah disita Penyidik sebanyak 1.680 pcs tanggal 13 Januari 2022 pada kantor Dinas Kesehatan. Apakah bisa Rapid Antibody yg telah disita penyidik dijadikan sebagai Kerugian Negara.
Ahli kurang memahami tentang jasa Pelayanan Rapid test dan jasa Pemeriksaan Rapid test, karena Ahli tidak memahami secara utuh SK Kadinkes Kepulauan Meranti Nomor 440/Sekre-Dinkes/042.1 tentang Tim Pelaksana Rapid Test Antibody bagi KPU, bahwa pada lampiran SK terdapat Jasa Pelayanan Rapid Test ditetapkan Rp 62.500,- yang terdiri dari Jasa Pemeriksaan (jasa Medis, jasa Paramedis, jasa analis, & jasa administrasi), Jasa Sarana/Prasarana (APD), Biaya Transportasi, Biaya Akomodadi dan biaya Pendukung lainnya. Jika Ahli menganggap Jasa (jasa pemeriksaan) untuk Tenaga Kesehatan ( dokter, paramedis, analis dan adm ) sebesar Rp 62.500,-, maka hal ini justru bertentangan dengan Peraturan Bupati Kepulauan Meranti tahun 2020 tentang Standar Belanja Umum (SBU) Daerah. Makanya jasa pemeriksaannya sebesar Rp 32.500,- dan sisanya untuk jasa sarana/prasana (beli APD), dan biaya pendukung lainnya. Bukan berarti dr Misri (Kadinkes) memotong hak Tenaga Kesehatan pelaksana Rapid tersebut sebesar Rp 30.000,-, malah uang saya Pribadi yang terpakai oleh Negara, terang terdakwa dr Misri. Karena KPU dan Bawaslu tidak menyiapkan APD dan biaya pendukung lain untuk kegiatan tersebut, sehingga harus diambil dari jasa pelayanan Rapid tersebut. Seharusnya Ahli harus memvalidasi informasi dan data besaran Jasa Pelayanan, jasa pemeriksaan, jasa sarana/prasana, dan sumber anggaran APD KPU & Bawaslu. KPU dan Bawaslu tidak bisa seenaknya menggunakan APD Puskesmas tanpa ijin Kadinkes. Makanya setelah Anggaran cair dari KPU dan Bawaslu, APD yang digunakan KPU dan Bawaslu diganti lagi. Ini udah kita ganti semuanya, namun APD tersebut diserahkan pada Desa Desa dengan Zona merah Covid-19, kegiatan Tim Terpadu Natal 2020 dan Tahun Baru 2021, serta Penyerahan Bantuan APD pada Lapas Selatpanjang. Karena KPU, dan Bawaslu Kepulauan Meranti tidak menyiapkan Alat Pelindung Diri (APD) dan bahan Medis lainnya dalam kegiatan rapid test antibody tersebut, makanya biaya APD diambil dari jasa sarana/prasarana rapid, Sesuai dengan kontrak Kerja sama antara KPU dan Dinas Kesehatan Kepulauan Meranti, papar dr Misri.
Fakta lain terungkap bahwa kegiatan PSBM (Pembatasan Sosial Bersekala Mikro) Desa Tanjung Peranap tahun 2020 terjadi pada bulan November dan Desember, bersamaan dengan kegiatan Rapid test KPU dan Bawaslu Tahap II. Namun anggarannya tidak Cair, ini sesuai dengan kesaksian dr Moses sebelumnya. Sehingga terkendala untuk biaya operasional kegiatan tersebut, termasuk biaya makan minum petugas, BBM selama PSBM, Transportasi antar jeput personil dan biaya lainnya. Bahkan sampai saat ini masih ada hutang makan minum Tim PSBM di Desa Tanjung Peranap. Ini juga menjadi beban Kadinkes (dr Misri) saat ia sedang berjibaku mencegah dan menangani penularan Covid-19 di Kabupaten Kepulauan Meranti. Sebagian biaya biaya tersebut telah ditalangi oleh dr Misri. Hal ini dibenarkan oleh kesaksian dr Moses pada saksi sebelumnya, karena PSBM Desa Tanjung Peranap berada di wilayah kerja Puskesmas Alai, bahkan dr Mosespun ikut mencarikan sewa Speed/Pompong untuk alat angkut personil saat Desa tersebut di Lockdown.
Menyimak keterangan saksi Ahli dalam persidangan, Penasehat Hukum terdakwa, Kantor Hukum Emi Afrijon,SH & Partners, terdiri dari Ketua Tim Emi Afrijon SH, dengan anggota Robi Mardiko SH, Deki Wiranata SH, dan Misdar SH, dari hasil penggalian selama persidangan, menurut dugaan Penasehat Hukum, dari keterangan saksi Ahli Hendri SKM setelah dilakukannya audit justru tidak sesuai dengan Data dan fakta sebenarnya, jadi kita meragukan hasil audit ini. Bahkan Metode yang dipakai adalah audit dengan tujuan tertentu, bukan metode audit investigatif, dimana audit dengan tujuan tertentu tidak bisa digunakan untuk menghitung kerugian Negara. Jelas pendapat Ahli ini merugikan klien kami, pungkasnya.